BELAJAR DARI SAMPAH: MENDIDIK SISWA UNTUK GERAKAN PEDULI LINGKUNGAN DI SEKOLAH

  

                                                                                                                  Oleh

                                                                                                        Syukur Matur, S. Pd

Sekolah sering disebut sebagai rumah kedua bagi siswa. Namun bisa dibayangkan jika rumah kedua itu dipenuhi oleh sampah yang berserakan, bau tidak sedap, dan pemandangan yang tidak nyaman. Realita ini masih terjadi di banyak sekolah kita. Sampah plastik bekas kemasan makanan, botol minuman, dan kertas berserakan di halaman, selokan, hingga sudut-sudut kelas. Ini bukan hanya masalah kebersihan, tetapi juga cermin dari kegagalan kita dalam menanamkan nilai-nilai peduli lingkungan.

SMP Negeri 4 Nubatukan merupakan salah satu sekolah yang masuk dalam sekolah calon Adiwiyata Kabupaten Lembata. Keterlibatan sekolah dalam program Adiwiyata ini dengan maksud agar setiap sekolah menjadi teladan bagi sekolah lain dalam menerapkan praktik ramah lingkungan, pengelolaan sampah, konservasi energi dan air, serta pembentukan karakter peduli lingkungan pada seluruh warga sekolah Gerakan peduli sampah di lingkungan sekolah bukan sekadar program kerja bakti semata. Ia harus menjadi bagian integral dari proses pembelajaran yang membentuk karakter dan kesadaran ekologis siswa. Mengapa ini penting? Karena sekolah memiliki peran strategis untuk menciptakan generasi yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga bertanggung jawab terhadap planetnya.


Pada momen apel kesadaran tanggal 17 Agustus 2025 bertempat di halaman kator bupati lembata, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lembata melauncing kepedulian sekolah terhadap sampah dengan menghadirkan sekolah-sekolah calon Adiwiyata untuk menimbang atau menjual secara langsung hasil pugutan sampah dari siswa pada Bank Sampah Cahaya Agate Waikomo. Siswa menimbang secara langsung dan menerima hasil juga secara langsung dihadapan Bupati Lembata Bapak Kanis Tuaq dan para pejabat tinggi OPD di lingkup kabupaten Lembata.



Dari 11 sekolah yang diundang sebagai sekolah calon Adiwiyata SMP Negeri 4 mengutus 25 siswa dan merupakan siswa terbanyak dari sekolah lain. Kehadiran 25 siswa tersebut yang didampingi oleh 3 guru pendamping adalah representative siswa dan guru di lembaga SMP Negeri 4 Nubatukan yang menujukkan kepedulian terhadap sampah baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.   

Ada beberapa poin penting gerakan sekolah peduli sampah yaitu

Pertama, integrasikan dalam kurikulum. Pendidikan peduli sampah tidak boleh berdiri sendiri. Boleh jadi dapat  diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran. Diantanya pelajaran IPA, siswa bisa mempelajari dampak sampah plastik terhadap tanah dan biota. Dalam Matematika, bisa ada proyek menghitung volume sampah yang dihasilkan sekolah dan biaya pengelolaannya. Pendekatan ini membuat siswa memahami masalah sampah dari berbagai perspektif ilmiah dan sosial.

Kedua, praktik langsung sebagai model pembelajaran. Teori tanpa praktik akan sia-sia. Sekolah harus menjadi living lab. Setiap kelas bisa dibentuk menjadi "tim hijau" yang bertanggung jawab atas area tertentu. Implementasi sistem bank sampah dimana siswa memilah sampah organik dan anorganik kemudian menabungnya, bisa menjadi contoh nyata. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos untuk taman sekolah, sedangkan sampah anorganik bisa dikreasikan dalam project-based learning menjadi karya seni atau didaur ulang. Pengalaman langsung ini jauh lebih berkesan dan efektif daripada sekadar ceramah.

Ketiga, budaya, bukan sekadar program. Gerakan peduli sampah harus berubah dari dipaksa menjadi sebuah budaya. Ini membutuhkan konsistensi dan keteladanan dari seluruh warga sekolah, terutama guru dan staf. Larangan membawa kemasan plastik sekali pakai, penyediaan tempat air minum isi ulang, dan penghargaan bagi kelas terbersih bisa menjadi pemacu. Yang terpenting, siswa harus merasa memiliki dan bangga terhadap lingkungan sekolahnya yang bersih dan hijau.



0 Komentar