Oleh
Syukur
Matur, S.Pd.Gr
Sebuah catatan refleksi akan pentingnya piket harian bagi seorang guru.
Bukan tentang permendikdasmen nomor 11 tahun 2025 yang jamnya tidak terbaca di
dapodik, namun lebih kepada tugas tambahan sebagai guru piket adalah tanggung jawab moril seorang guru atas profesi yang telah dipilih. Sebagian
besar guru mungkin menganggap piket harian sebagai rutinitas administratif tanpa
makna, sebuah daftar hadir yang harus ditandatangani, daftar kehadiran siswa
yang harus diperiksa, atau sekadar berkeliling sekolah di pagi hari. Pemahaman
ini memang manusiawi, namun sangat mengerdilkan makna strategis dari sebuah tugas
yang sejatinya adalah ujung tombak dari iklim dan karakter sebuah sekolah.
Piket harian bukan sekadar kewajiban; namun sebuah ritual pedagogis, momen
kepemimpinan, dan fondasi dari sebuah komunitas belajar yang aman dan
bermartabat.
Bayangkan sekolah sebagai sebuah lembaga dimana mempunyai organisme hidup di pagi hari yang menginginkan suasana pagi sebagai penentu "semangat" sepanjang hari. Di sinilah peran guru piket menjadi sangat penting atau krusial. Ia bukan hanya pengawas, tetapi lebih dari itu yaitu sebagai moderator atau sebagai host yang menyambut setiap anggota komunitas sekolah baik itu siswa, rekan guru, dan staf dengan energi yang positif. Senyum, sapaan, dan tegur sapa di gerbang sekolah bukanlah formalitas kosong. Itu adalah pesan nonverbal yang kuat: sebagai wujud kepedulian dan bertanggung jawab atas proses yang akan berjalan pada hari itu.
Piket harian adalah presiden sesaat namun memiliki beban dan tanggung
jawab yang sangat berat. Dilain sisi piket harian juga merupakan mata dan
telinga sekolah. Ia adalah sistem peringatan dini yang paling organik. Hanya kecerdasan
guru piket yang dapat mengetahui potensi
akan terjadinya sebuah masalah sebelum ia membesar seperti potensi perundungan
(bullying) di sudut-sudut tertentu. Ia juga memastikan aliran informasi
berjalan lancar di menit-menit pertama sekolah, meminimalisir kekacauan yang
bisa mengganggu konsentrasi belajar. Dalam konteks ini, piket adalah bentuk
nyata dari pendidikan karakter yang preventif dan observatif, bukan sekadar
teori di dalam kelas.
Bagi guru sendiri, piket harian adalah laboratorium kepemimpinan dan
pengembangan profesional yang unik. Ia melatih kewaspadaan, rasa empati, dan
kemampuan mengambil keputusan cepat di lapangan. Seorang guru yang bertugas
piket belajar untuk melihat sekolah secara holistik, tidak hanya duduk istrahat
karena tidak ada jam mengajar pada saat itu atau terkurung dalam
"kerajaan" kelasnya sendiri namun selalu berinteraksi dengan siswa
dari berbagai tingkatan, berkolaborasi dengan guru dari bidang studi lain, dan
memahami kompleksitas operasional sebuah institusi pendidikan. Pengalaman ini
memperkaya perspektif dan membangun jaringan profesional yang lebih kuat.
Tentu, beban mengajar guru sudah sedemikian berat. Menambahkan
"beban" piket tanpa pemahaman yang tepat akan terasa memberatkan.
Oleh karena itu, esensinya terletak pada perubahan paradigma. Piket harus
dilihat bukan sebagai "tugas tambahan" yang menguras energi,
melainkan sebagai bagian integral dari peran guru sebagai pendidik.
Sistem piket yang baik juga perlu didukung dengan rotasi yang adil, pembekalan
yang memadai, dan apresiasi dari pimpinan sekolah.
Menjalankan tugas sebagai piket harian seorang guru bukan hanya seperti
yang dijelaskan di atas. Namun setidak harus dibarengi dengan bukti menjalankan
tugas berupa sebuah laporan tertulis yang dilegalisasi oleh pimpinan. Sebagai
bentuk tanggung jawab yang telah dipercayakan. Mirisnya bahwa laporan piket
dibuat hanya hanya untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan setelah dari itu laporan
menjadi tidak penting. Hal ini mungkin menjadi refleksi untuk berubah menjadi
lebih baik.
Perlu kita sadari dan kita maknai bahwa piket harian adalah miniatur dari tanggung
jawab moral seorang guru. Ia adalah praktik kecil yang dampaknya besar. Ketika
dijalani dengan kesadaran penuh, piket bukan lagi tentang menandai daftar
hadir, tetapi tentang membangun hubungan, mengawal proses, dan menciptakan
ekosistem pendidikan yang manusiawi. Pada akhirnya, sekolah yang tertib, aman,
dan penuh perhatian tidak lahir dari peraturan yang ketat semata, tetapi dari
kehadiran para guru yang, melalui tugas piketnya, dengan sadar menjadi
"jiwa" yang menghidupkan ruang-ruang tersebut setiap pagi.
0 Komentar