Catatan Refleksi Hari Guru Nasional
TEACHERS ARE LIKE GARDENERS
Oleh:
Syukur Matur, S.Pd.Gr
( Guru SMP Negeri 4 Nubatukan )
Sir Ken Robinson adalah pahlawan bagi banyak dari kita di komunitas pendidikan alternatif. Dalam ceramahnya beliau menyerukan revolusi untuk mengganti model pendidikan industri dengan model pertanian, Ia membuat analogi yang dibangun berdasarkan paradigma pertanian dan ia mengusulkan bahwa “guru sebagai tukang kebun” Disisi lain Ki Hajar Dewantara mengibaratkan peran guru atau pendidik itu ibarat seorang petani atau tukang kebun “Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan.” Dari kedua pendapat di atas maka dapat dsimpulkan bahwa sekolah meupakan kebunnya seorang guru. Untuk itu disiplinnya seorang tukang kebun (guru) dalam menjaga, merawat kebunnya (sekolah) beserta bibit-bibit tanaman yang mau ditanam (siswa) menjadi hal yang mendasar ketika sudah memilih profesi sebagai guru. Masih banyak tukang kebun (guru) yang tidak terlalu peduli dengan kebunnya (sekolah). Salah satu contohnya adalah datang dikebunya sesuka hatinya atau rendahnya tingkat kedisiplinan.
Ketika
ada yang bertanya, di manakah ruang paling strategis untuk menanam masa depan sebuah
bangsa, maka jawabannya adalah sekolah. Dan dalam ruang strategis tersebut,
guru adalah sang pekebun. Sekolah bukan sekadar gedung yang mewah dilengkapi
dengan fasilitas yang memadai atau sekolah bukan tentang papan tulis dan bangku-bangku berjejer. Namun
sesungguhnya bahwa sekolah lebih dari
itu: Dimana sekolah adalah kebun tempat seorang guru menanam, merawat, dan
memanen peradaban. Dengan peran ini, guru bukan lagi sekadar
"pengajar" yang mentransfer ilmu, tetapi menjadi pembimbing
kehidupan yang membantu setiap "benih" murid untuk tumbuh
menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.
“Guru Hebat, Indonesia Kuat" merupakan Tema Hari Guru Nasiona yang ke 80. Dari tema tersebut mengandung makna yang sangat dalam bahwa sebuah paradigma atau semboyan yang menekankan hubungan kausal yang sangat erat antara kualitas guru dan kemajuan suatu bangsa. Ini bukan sekadar slogan, melainkan sebuah pernyataan visi yang menyatakan bahwa investasi terbesar untuk membangun Indonesia yang unggul adalah dengan memperkuat para gurunya.
"Guru Kuat, Indonesia Hebat" pada dasarnya adalah pengingat bahwa jalan menuju Indonesia yang maju dan sejahtera dimulai dari ruang kelas. Semboyan ini menuntut komitmen bersama dari pemerintah, masyarakat, dan diri guru sendiri untuk secara sungguh-sungguh membangun dan mendukung para guru agar menjadi pilar kekuatan yang mencetak generasi penerus bangsa yang unggul. Dengan memperkuat guru pada hakikatnya kita sedang membangun masa depan Indonesia yang hebat.
Semua profesi pasti memiliki kebunnya untuk menunjang kehidupan. Ketika kita memilih profesi sebagai guru maka kebun utama kita adalah sekolah Dimana ada tiga komponen yang ada didalamnya. Guru sebagai tukang kebun, Sekolah sebagai kebun dan Siswa sebagai bibit yang akan ditanam. Bisa dibayangkan sebuah kebun bagi seorang petani dimana seorang petani yang bijak tidak akan pernah memaksakan satu jenis benih untuk tumbuh sama. Di satu petak, ia menanam padi yang membutuhkan genangan air. Di petak lain, ia menanam jagung yang butuh tanah gembur dan sinar matahari cukup untuk proses fotosinsis. Ia juga tak lupa menanam bunga di pinggirannya untuk menarik para penyerbuk, dan pohon peneduh untuk tempat berteduh. Begitu pulalah seorang guru. Di kebun sekolah, ia tidak menghadapi "tanaman" yang seragam. Setiap siswa adalah benih unik dengan kodratnya masing-masing. Ada yang seperti benih padi, cepat menyerap ilmu; ada yang seperti biji mangga, butuh kesabaran ekstra untuk melihatnya bertunas; dan ada yang seperti bunga matahari, yang bakatnya akan bersinar jika mendapat dukungan yang tepat.
Di satu
sisi muncul tanda tanya besar dikepala tukang kebun (guru), apakah bibit
(siswa) yang didatangkan dari produk yang unggul atau tidak. Karena seyogyanya
sesubur apapun kebunnya , secakap apapun tukang kebun, dan semodern apapun
teknologi jika bibit ini kelak berbuah kecut maka apa daya? Disnilah titik
tolak awal sebuah pendidikan bahwa Pendidikan tidak serta merta hanya di bangku
sekolah, tapi dasar pendidikan itu dimulai dari rumah. Tidak dipungkiri bahwa
anak harusnya matang lewat sentuhan banyak pihak, keluarga, sekolah dan
masyarakat. Orang tua harus tetap meluangkan waktu disela sela sibuknya demi
memperhatikan pendidikan anak, minimal ada waktu untuk berkomunikasi meski
hanya sekedar menanyakan kabar, bagaimna sekolahmu hari ini. Kita semua punya
harapan sama untuk pendidikan yang maju dan menciptakan pribadi yang hebat,
tapi kadang kita lupa bahwa seenak apapun hasil dari panen justru beberapa
bibit ini terlahir dan tumbuh pada cuaca yang justru kejam dan menyakitkan.
Tugas
guru sebagai pekebun bukanlah menyeragamkan. Tugasnya adalah menyediakan
"tanah" yang subur. Tanah itu adalah suasana kelas yang aman,
inklusif, dan merangsang rasa ingin tahu. Ia adalah "air" perhatian
yang diberikan secara adil, bukan rata. Ia adalah "pupuk" motivasi
dan bimbingan yang memperkaya akal dan budi pekerti. Seorang guru yang hanya
mengejar target kurikulum tanpa memahami karakter setiap "tanamannya"
ibarat petani yang menyemprotkan pestisida berlebihan bukan menyuburkan, malah
mematikan potensi yang ada.
Namun,
menjadi pekebun bukan pekerjaan instan. Hasilnya tidak bisa dilihat dalam
hitungan hari atau bulan seperti mencetak lulusan berbasis nilai ujian. Seorang
guru menanam untuk masa depan yang jaraknya puluhan tahun. Kesabaran adalah
senjata utamanya. Ia mungkin tidak akan melihat sendiri bagaimana
"tanaman"-nya tumbuh menjadi pohon yang rindang dan berbuah lebat. Ia
hanya percaya bahwa benih kejujuran yang ditanamnya hari ini akan menjadi
integritas seorang pemimpin kelak. Benih rasa ingin tahu yang disiramnya akan
menjelma menjadi terobosan ilmuwan di masa depan.
Dalam konteks tanggungjawab dan kepemilikan yang namanya pekebun tentu memiliki rasa tanggung jawab dan kepemilikan yang kuat terhadap kebunnya. Begitu pula guru yang menganggap sekolah sebagai "kebunnya" akan merasa bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan siswanya dan lingkungan sekolah secara keseluruhan, bukan hanya sekadar menjalankan tugas. Tentunya disetiap lembaga pendidikan dalam hal ini sekolah memiliki tukang kebun (Guru) yang memiliki karakter bervariasi. Ada yang memandang sekolah sebagai kebun yang bukan hanya menerima gaji setiap bulan dimana dia mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kebun tersebut.
Oleh karena itu, jika kita memandang sekolah sebagai kebun tentunya akan mengubah paradigma kita tentang pendidikan. Guru bukanlah teknisi yang tugasnya hanya memindahkan materi dari buku ke otak siswa. Ia adalah seorang pekebun, seorang fasilitator pertumbuhan, yang meyakini bahwa setiap anak memiliki irama dan kecepatan tumbuhnya sendiri.
Seorang petani (guru) tidak hanya menanam, tetapi juga merawat dengan penuh kesabaran, kasih sayang, dan ilmu. Dia memberantas "hama" (kebodohan, malas) dan memberikan "pupuk" (ilmu, motivasi, nilai-nilai kehidupan) agar setiap tanaman bisa berbuah lebat. Seorang guru menganggap sekolah dan siswanya sebagai "kebunnya" sendiri. Ini menunjukkan rasa kepemilikan, kebanggaan, dan tanggung jawab yang sangat besar atas masa depan setiap anak didiknya. Kebun yang subur tidak hanya dinikmati oleh pekebunnya, tetapi oleh seluruh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Ketika seorang guru berhasil menumbuhkan generasi yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga berkarakter, berempati, dan kreatif, itulah panen raya peradaban. Maka, hormatilah para pekebun itu. Berikan mereka dukungan, kepercayaan, dan sumber daya untuk mengelola kebun merekamkarena dari sanalah masa depan yang berkelanjutan akan lahir.
Ditangan
seorang Guru, ia tak pernah menggenggam bintang, tapi ilmunya menyalakan cahaya
bagi siswanya di dalam kegelapan. Seorang guru itu adalah orang yang berani
mengajar dan tidak pernah berhenti belajar. Karena pada hakekatnya setiap siswa
itu berbeda dan mengajar itu harus menjangkau semua siswa. Teruslah belajar,
mengajar demi Indonesia yang lebih Kuat. Selamat hari Guru Nasional yang ke-80,
Guru Kuat, Indonesia Hebat .
0 Komentar