Catatan Refleksi Hari Guru Nasional
JALAN
SEHAT, ASPIRASI HEBAT
Oleh:
Syukur Matur, S.Pd.Gr
( Guru SMP Negeri 4 Nubatukan )
Hari Guru Nasional selalu diperingati pada tanggal 25 November disetiap tahun. Moment ini tentunya dilaksanakan secara serentak diseluruh pelosok wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hari Guru Nasional tahun 2025 sudah mencapai usia yang ke-80. Usia yang sudah tua dan tentunya sudah mencetak banyak generasi dalam mencerdaskan anak bangsa. Tahun 2025 HGN mengankat sebuah tema secara nasional “Guru Kuat, Indonesia Hebat”. Banyak kegiatan yang dilakukan baik pada saat menyongsong maupun pada puncaknya tanggal 25 Nopember. Bentuk-bentuk kegiatan juga dilaksanakan secara variatif. Ada yang dengan membuka ivent perlombaan pengembangan kompetensi guru maupun kegiatan perlombaan lainnya yang pesertanya ada guru disetiap sekolah. Biasanya kegiatan-kegiatan tersebut dipelopori oleh organisasi profesi (ORPROF) yang ada pada kabupaten atau kota tersebut. Hal serupa juga dilakukan oleh beberapa organisasi profesi di Kabupaten Lembata.
Kegiatan menyongsong HGN ke-80 di Kabupaten Lembata dipelopori oleh salah satu organsasi profesi yaitu PGRI Kabupaten Lembata dan tentunya didukung oleh organisasi profesi yang lainnya salah satunya adalah Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Lembata. Merujuk pada tema HGN tahun 2025 tersebut maka dalam meriah rayakan Hari Guru Nasional, PGRI melakukan banyak kegiatan salah satunya adalah Jalan Santai. Dalam kegiatan jalan santai tersebut semua peserta diwajibkan untuk Memungut Sampah yang ada dipingiran jalan. Dalam kegiatan tersebut dihadiri oleh guru-guru pada setiap jenjang pendidikan dari Tk sampai dengan jenjang SMA di Kecamatan Nubatukan.
Sebagai guru, kita sering terjebak dalam rutinitas. Mengejar target kurikulum, menghadapi administrasi yang menumpuk, dan terkadang lupa untuk berhenti sejenak dan merawat diri sendiri. Kegiatan jalan sehat ini adalah pengingat yang menyenangkan. Untuk menjadi guru yang efektif dan penuh kasih serta memiliki aspirasi yang hebat, kita juga perlu sehat secara fisik dan mental. Kita perlu mengambil napas, menikmati perjalanan, dan mengisi ulang semangat yang terkadang mengering.
Adapun
rute yang dilalui dalam kegiatan tersebut yaitu titik star di lapangan Polres
Lembata dan finisnya di Harnus Wulen Luo. Sepanjang perjalanan semua diwajibkan
untuk memungut sampah di sekitar badan jalan bahkan diparit atau got. Semua
sampah yang dipungut lansung diangkut oleh beberap bentor dari kecamatan yang
sudah berada di gerbang masuk harnus wulen Luo. Adapan kegiatan lanjutannya
yaitu senam anak indonesia sehat.
Adapun rute yang dilalui dalam kegiatan tersebut yaitu titik star di lapangan Polres Lembata dan finisnya di Harnus Wulen Luo. Sepanjang perjalanan semua diwajibkan untuk memungut sampah di sekitar badan jalan bahkan diparit atau got. Semua sampah yang dipungut lansung diangkut oleh beberap bentor dari kecamatan yang sudah berada di gerbang masuk harnus wulen Luo. Adapan kegiatan lanjutannya yaitu senam anak indonesia sehat.
Dari
rangkaia kegiatan jalan santai tersebut seusngguhnya terdaoat begitu banyak
makna yang tersirat didalamnya. Walaupun Sebuah aktivitas yang kerap dipandang
sebelah mata, bahkan mungkin dianggap klise. Tetapi, marilah kita renungkan
sejenak. Di balik kesederhanaannya, jalan sehat justru bisa menjadi metafora
apresiasi yang paling otentik dan "hebat" bagi guru.
Pertama, jalan sehat adalah simbol perjalanan.
Seorang
guru adalah pemandu perjalanan intelektual dan karakter bagi murid-muridnya.
Setiap hari, mereka menapaki jalan yang penuh tantangan: dari merancang
pelajaran yang menarik, menghadapi beragam karakter siswa, hingga berjuang
memenuhi tuntutan administratif. Jalan sehat yang kita lakukan bersama mereka
adalah pengakuan simbolis bahwa kita menghargai setiap langkah, setiap lelah,
dan setiap tetas keringat yang telah mereka curahkan dalam
"perjalanan" panjang mendidik generasi bangsa.
Kedua, jalan sehat mengajak kita untuk melihat dari sudut
pandang yang sama.
Dalam
rutinitas sehari-hari, guru sering berada di "depan kelas", sementara
siswa dan orang tua berada di posisi yang berbeda. Jalan sehat menghadirkan
ruang kesetaraan. Kepala sekolah, guru, staf, siswa, dan orang tua berjalan
berdampingan di jalan yang sama, menghirup udara yang sama. Dalam momen inilah,
obrolan ringan tercipta, tawa terdengar, dan jarak psikologis mencair.
Apresiasi tidak lagi datang dari "bawah" ke "atas", tetapi
sebagai rekan seperjalanan. Inilah esensi dari penghargaan yang manusiawi.
Ketiga, di tengah hingar-bingar tuntutan kurikulum dan beban
administratif, jalan sehat menawarkan sesuatu yang sering terlupakan: kesehatan
dan kebersamaan.
Apresiasi
terhebat bukan selalu tentang materi, tetapi tentang kepedulian terhadap
kesejahteraan holistik sang guru. Sebuah acara yang mendorong mereka untuk
bergerak, melepaskan penat, dan sekadar menikmati kebersamaan tanpa beban
adalah bentuk perhatian yang nyata. Tubuh yang sehat dan jiwa yang rileks
adalah modal terbesar bagi seorang guru untuk terus memberikan yang terbaik di
dalam kelas.
Lalu,
apakah jalan sehat saja sudah cukup? Tentu tidak. Jalan sehat harus menjadi
pintu masuk, bukan tujuan akhir. Ia harus menjadi pengingat bagi kita
semua—pemerintah, masyarakat, dan orang
tua—untuk melanjutkan "langkah" apresiasi yang lebih konkret.
"Jalan
Sehat" dalam peringatan Hari Guru ini bukanlah acara yang hampa. Ia adalah
cermin. Jika kita renungi, ia adalah ajakan untuk berjalan beriringan dengan
guru, merasakan perjalanan mereka, dan bersama-sama merancang "jalan"
menuju pendidikan Indonesia yang lebih baik.
0 Komentar