Ketika Adab Memudar di Ruang Kelas Modern
Sabtu, 8
November 2025
14.00 WITA
Fenomena menurunnya adab dan sopan santun siswa
terhadap guru di institusi pendidikan saat ini adalah isu yang semakin
mengkhawatirkan dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Perubahan ini
bukan sekadar masalah disiplin, melainkan cerminan dari pergeseran nilai-nilai sosial yang mendasar.
Dulu,
guru dianggap sebagai sosok yang wajib dihormati (bahkan ditakuti) sebagai pengganti
orang tua di sekolah. Adab yang ditunjukkan sangat jelas yakni berdiri ketika
guru lewat, berbicara dengan bahasa yang santun dan nada yang rendah,
serta melaksanakan tugas sebagai
bentuk kepatuhan.
Namun, kini sering kita saksikan kejadian yang sebaliknya. Interaksi yang Kasar yakni Penggunaan bahasa yang kurang pantas, bernada
tinggi, atau bahkan cenderung menantang saat
berinteraksi dengan guru. Sikap Acuh tak
acuh yakni Siswa asyik dengan gawai
atau kegiatan lain saat guru mengajar, mengabaikan instruksi, atau datang dan
pergi tanpa permisi. Hilangnya
Rasa Sungkan yakni Berani membantah di depan umum, mengeluh dengan
nada menghina, atau bahkan viralnya
kasus-kasus pelecehan verbal maupun fisik terhadap pendidik.
Penurunan adab ini dipicu
oleh berbagai faktor yang kompleks:
Pergeseran Peran Keluarga: Keluarga, sebagai pilar utama pendidikan karakter, sering kali kewalahan. Kesibukan orang tua dan pola asuh yang cenderung permisif atau sebaliknya, terlalu protektif membuat anak kurang mendapat penekanan tentang pentingnya adab dan tata krama.
Dampak Media dan Teknologi: Paparan konten digital yang masif tanpa filter yang memadai, termasuk role model
yang tidak menghormati otoritas, dapat membentuk
pandangan bahwa perilaku kurang ajar adalah hal yang normal atau bahkan keren.
Media sosial memperkuat budaya instan dan ekspresif, yang sering kali
bertabrakan dengan nilai-nilai kesabaran dan kerendahan hati.
Hukum dan Kebijakan yang Ambigu: Adanya regulasi yang sangat melindungi siswa (seperti UU Perlindungan Anak) tanpa diimbangi dengan perangkat hukum yang kuat untuk melindungi guru dari pelecehan. Hal ini sering membuat guru takut untuk bertindak tegas, sehingga wibawa mereka terkikis.
Kurangnya Modeling yang Tepat: Lingkungan sekolah yang kurang menerapkan kedisiplinan yang konsisten
atau bahkan contoh perilaku kurang etis dari rekan sejawat
atau senior juga dapat memengaruhi pandangan siswa.
Untuk mengatasi krisis adab ini, diperlukan revolusi mental
dan kolaborasi yang kuat
yaitu melalui Pendidikan Karakter yang
Masif: Sekolah harus mengembalikan pendidikan karakter dan budi pekerti sebagai inti kurikulum, bukan hanya sebagai mata pelajaran sampingan. Ini harus diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran.
Memperkuat Peran Orang Tua: Perlu adanya kerjasama yang lebih erat
antara sekolah dan
orang tua. Sekolah harus aktif memberikan edukasi kepada orang tua tentang
pentingnya menanamkan rasa hormat dan adab di rumah.
Pengembalian Wibawa Guru: Pemerintah dan institusi pendidikan perlu mendukung guru dengan kebijakan yang jelas dan tegas, memungkinkan mereka untuk menegakkan disiplin
tanpa harus khawatir menghadapi tuntutan hukum yang tidak proporsional, selama
masih dalam koridor etika mendidik.
Literasi Digital Beretika:
Siswa
perlu diajarkan etika digital
dan
kritis dalam mencerna konten dan memahami bahwa adab di dunia maya harus sejalan
dengan adab di dunia
nyata.
Menurunnya adab siswa terhadap
guru bukan sekadar
kegagalan individu, melainkan kegagalan sistem pendidikan
dan sosial dalam menyeimbangkan antara hak kebebasan
berekspresi dan kewajiban moral untuk menghormati. Jika kehormatan terhadap
guru sebagai figur teladan luntur, maka fondasi pendidikan itu sendiri akan rapuh. Mendidik siswa
untuk cerdas itu penting, tetapi mendidik mereka untuk beradab jauh lebih fundamental.
Selamat Hari Guru Nasional
Andini_Liarian Guru Mata Pelajaran Bahasa
Inggris SMPN 04 Nubatukan-Kabupaten Lembata.
0 Komentar